Produk Gagal
Mengapa Skuter elektrik gagal dipasar Indonesia? Mengapa handphone hybrid (GSM x CDMA) tidak laku? Apa yang salah dari produk-produk yang disebutkan diatas. Secara hitung-hitungan teknologi, desain, dan mungkin masih banyak lagi keungulan-keunggulan lainnya, tapi toh produk ini tidak berhasil meraih minat konsumen untuk memilikinya.
Lebih dari 50% produk baru yang diluncurkan ke pasar mengalami kegagalan (Ogawa dan Piller, 2006). Begitu besarnya produk yang gagal dipasar sehingga perlu untuk mengetahui, apa saja penyebabnya, sehingga dapat mengantisipanya. Penyebab utamanya kalau produk itu gagal dipasar tentu saja tidak ada konsumen yang mau membeli produk tersebut. Jadi produsen tidak memahami kebutuhan konsumen. Mungkin skuter elektrik itu bagus dari segi teknis dan terlebih lagi ramah lingkungan, tidak perlu BBM dan nyaman untuk dipakai dalam jarak yang pendek, tapi toh tidak ada yang meliriknya sebagai produk yang layak untuk dimiliki.
Memahami konsumen merupakan suatu keharusan bagi produsen. Banyak metode untuk menyelami keinginan konsumen mulai dari yang kualitatif (focus group, interview, observasi, dll.) hingga yang kuantitatif. Kedua metode ini saling melengkapi. metode kualitatif merupakan awal yang bagus untuk melengkapi metode kuantitatif.
Focus group merupakan metode paling favorit yang dipakai di industri top 500 fortune, lebih dari setengahnya menggunakan metode ini. hanya aja penggunaan focus group saja, ini belum cukup untuk memahami konsumen sepenuhnya. Karena terbatasnya partisipan focus group ini, maka otomatis itu tidak merepresantasikan keseluruhan target konsumen. Apa yang terungkap dari focus group ini lebih ke reaksi verbal partisipan. Memang dalam hal ini ada observasi bagaimana perilaku selama focus group berjalan, akan tetapi ini belum cukup. banyak sekali faktor yang mempengaruhi willingness to buy sebuah produk. Satu lagi, focus group tidak bisa memberikan informasi data kuantitatif seberapa besar perkiraan sales yang kan dicapai. Oleh karena itulah perlu disini data penunjang dari metode kuantitatif seperti survey, test market, dll.
Bagaimanapun juga, untuk melakukan itu semua membutuhkan tenaga dan biaya yang mana tidak selamanya produsen mau untuk melakukan ini semua. Dan ditambah lagi, manusia adalah mahluk yang unik, selera dan keputusan untuk membeli sesutu bisa berubah-ubah, sulit diprediksi. Disinilah keputusan manajemen tidak selamanya bergantung dari data-data yang terlihat, faktor intuisi akan berperan disini. Makanya tiak selamanya perusahaan besar selalu sukses dengan produknya. Hingga Apple corp. yang terkenal sebagai perusahaan paling inovatif pun punya daftar produk-produk yang gagal.